Minggu, 19 November 2017


Iklan dan Kekerasan Simbolik
Bagaimana iklan dilihat dari sudut pandang Bourdieu

Narasumber: Endah Murwani

Mengambil contoh dari iklan salah satu produk susu untuk pria yaitu L-Men, jadi didalam iklan L-Men ingin menunjukkan bahwa laki-laki yang ideal adalah yang kekar dan memiliki abs dan wanita ideal adalah yang langsing. Sama halnya dengan produk kecantikan yang menanamkan dibenak pikiran bahwa kulit cantik itu adalah yang putih. Dan pada saat itu, ketika kita melihat iklan-iklan tersebut, kita meng-iyakan dan setuju, seolah itu hal-hal yang wajar dan perlu kita lakukan. Disini kita melihat dari sisi konsep kekerasan simbolik yang dijelaskan oleh Bourdieu.
Hal-hal yang dilakukan oleh iklan sehingga mampu memenetrasi kita yaitu, yang pertama, karena iklan ada dimana-mana. Iklan ada dimana-mana, seakan mengikuti kemana saja kita pergi sepanjang hari. Pengiklan seolah tidak akan melewatkan sejengkal tempat untuk beriklan. Kedua, pergeseran fungsi iklan. Disini iklan tidak hanya sekedar bertujuan menawarkan dan mempengaruhi calon konsumen untuk membeli suatu produk. Tapi lebih dari itu, iklan mampu mempengaruhi sistem nilaim gaya hidup, sampai selera budaya kita. Dan tidak hanya memvisualisasikan kualitas dan atribut dari produk yang dijual, tetapi dari sisi lain iklan mencoba menjual hal yang lainnya.
Oleh sebab itu, dalam konteks inilah iklan mendefinisikan tentang arti tertentu yang diperoleh ketika orang menggunakan produk tertentu. Jadi, ketika kita membeli produk, pada saat membeli itu juga kita membeli suatu hal tertentu. Contoh nya, pada saat kita membeli baju tapi kita terpaku pada suatu brand atau merek.
Pollay membagi fungsi komunikasi iklan menjadi dua:
-          Fungsi informasional: memberitahukan kepada konsumen tentang karakteristik produk
-          Fungsi transformasional: berusaha untuk mengubah sikap-sikap yang dimiliki oleh konsumen.
Iklan dalam konteks pemikiran ilmuan sosial:
·         Baudrillard: iklan adalah bagian dari sebuah fenomenal sosial bernama consumer society. Obyek dari iklan tidaklah sendiri, melainkan dibentuk oleh sebuah sistem tanda.

Analisis Baudrillard: berkontribusi dalam mengembangka analisa mengenai produksi dan reproduksi pesan yang melibatkan peran dari citra pada masayarakat kontemporer.
Pada saat ini, banyak dari konsumen atau para calon kosumen banyak yang lebih mementingkan brand dari pada produk itu sendiri. Sehingga sering kali, mereka jadi membeli brand dan bukan produk itu sendiri. Jadi disini, Baudrillard ini mencoba mengatakan bahwa manusia saat ini penuh dengan simbolik.

·         Barthes: menganalisa iklan sebagaimana layaknya seorang ahli linguistic. Barthes tertarik untuk membingkar makna dari pesan-pesan yang disampaikan lewat gambar maupun teks dalam media dan fenomenal social lainnya. Makna ini dibongkar dengan cara menganalisa tanda-tanda yang mempresentasikan makna, dengan menggunakan semiotik sebagai kerangka analisa. Barthes menganggap bahwa tanda masih bisa menginterpretasikan realitas, sedangkan pada signifikasi tingkat kedua (konotasi), tanda bisa menginterpretasikan sesuatu yang hanya bisa dipahami lewat situasi kultural atau sosial yang sama.
Orang percaya dengan simbol-simbol yang ada, sehingga pada saat ini banyak dari kita lebih percaya kepada hal-hal yang bersifat emosional ketimbang dari rasional.
·         Fokus pemikiran Hall dalam studi media massa mencakup hubungan antara produk budaya yang secara ideologis dikodekan dengan strategi khalayak untuk mendekode (decoding) pesan-pesan tersebut. Pemikiran hal menjadi semacam kritik bagi posisi khalayak yang lemah dalam berbagai studi mengenai dampak media.

·         Sebagai sebuah myth, signs atau tanda dalam iklan dianggap merepresentasikan pesan ideologis dari si pembuat iklan (dalam konteks ini, adalah kelas borjuis).

·         Hall membagi dua fungsi, encoder-decoder / encoding-decoding. Media/pengiklan adalah encoder yang melakukan pengkodean pesan-pesan, sesuai dengan norma-norma professional (atau estetik dalam kontek pengiklan) dan ideology yang hendak disampaikannya. Ketika pesan-pesan tersebut dikodekan secara simbolis, khalayak memiliki kebebasan untuk decoding dari pesan tersebut.

·         Bagi Bourdieu, seluruh tindakan pedagogis baik itu yang diselenggarakan di rumahm, sekolah, media atau dimanapun memiliki muatan kekerasan simbolik selama pelaku memiliki kuasa dalam menentukan sistem nilai atas pelaku lainnya. Sebuah kekuasaan yang berakar pada relasi kuasa antara kelas-kelas dan atau kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat.


Diasumsikan bahwa media dan iklan merupakan sarana yang digunakan untuk melakukan tindakan pedagogis dari kelas atau kelompok sosial tertentu. Iklan menjadi sebuah mesin kekerasan simbolik yang bisa menciptakan sistem kategorisasi, klasifikasi, dan definisi sosial tertentu sesuai dengan kepentingan kelas atau kelompok dominan. Gambar-gambar simbolik yang diproduksi iklan seperti misalnya kebahagiaan, keharmonisan, kecantikan, kejantanan, sampai gaya hidup modern pada dasarnya merupakan sistem nilai yang dimiliki kelas atau keompok dominan yang diedukasi dan ditanam pada suatu kelompok masyarakat.  Kekerasan simbolik terjadi yaitu pada saat anda tanpa sadar meregulasi diri anda sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar