Iklan dan
Kekerasan Simbolik
Bagaimana
iklan dilihat dari sudut pandang Bourdieu
Narasumber:
Endah Murwani
Mengambil
contoh dari iklan salah satu produk susu untuk pria yaitu L-Men, jadi didalam
iklan L-Men ingin menunjukkan bahwa laki-laki yang ideal adalah yang kekar
dan memiliki abs dan wanita ideal adalah yang langsing. Sama halnya dengan
produk kecantikan yang menanamkan dibenak pikiran bahwa kulit cantik itu adalah
yang putih. Dan pada saat itu, ketika kita melihat iklan-iklan tersebut, kita
meng-iyakan dan setuju, seolah itu hal-hal yang wajar dan perlu kita lakukan. Disini
kita melihat dari sisi konsep kekerasan simbolik yang dijelaskan oleh Bourdieu.
Hal-hal
yang dilakukan oleh iklan sehingga mampu memenetrasi kita yaitu, yang pertama,
karena iklan ada dimana-mana. Iklan ada dimana-mana, seakan mengikuti kemana
saja kita pergi sepanjang hari. Pengiklan seolah tidak akan melewatkan
sejengkal tempat untuk beriklan. Kedua, pergeseran fungsi iklan. Disini iklan
tidak hanya sekedar bertujuan menawarkan dan mempengaruhi calon konsumen untuk
membeli suatu produk. Tapi lebih dari itu, iklan mampu mempengaruhi sistem
nilaim gaya hidup, sampai selera budaya kita. Dan tidak hanya memvisualisasikan
kualitas dan atribut dari produk yang dijual, tetapi dari sisi lain iklan mencoba
menjual hal yang lainnya.
Oleh
sebab itu, dalam konteks inilah iklan mendefinisikan tentang arti tertentu yang
diperoleh ketika orang menggunakan produk tertentu. Jadi, ketika kita membeli
produk, pada saat membeli itu juga kita membeli suatu hal tertentu. Contoh nya,
pada saat kita membeli baju tapi kita terpaku pada suatu brand atau merek.
Pollay
membagi fungsi komunikasi iklan menjadi dua:
- Fungsi informasional: memberitahukan
kepada konsumen tentang karakteristik produk
- Fungsi transformasional: berusaha untuk
mengubah sikap-sikap yang dimiliki oleh konsumen.
Iklan
dalam konteks pemikiran ilmuan sosial:
·
Baudrillard: iklan adalah bagian dari
sebuah fenomenal sosial bernama consumer society. Obyek dari iklan tidaklah
sendiri, melainkan dibentuk oleh sebuah sistem tanda.
Analisis
Baudrillard: berkontribusi dalam mengembangka analisa mengenai produksi dan
reproduksi pesan yang melibatkan peran dari citra pada masayarakat kontemporer.
Pada
saat ini, banyak dari konsumen atau para calon kosumen banyak yang lebih
mementingkan brand dari pada produk itu sendiri. Sehingga sering kali, mereka
jadi membeli brand dan bukan produk itu sendiri. Jadi disini, Baudrillard ini
mencoba mengatakan bahwa manusia saat ini penuh dengan simbolik.
·
Barthes: menganalisa iklan sebagaimana
layaknya seorang ahli linguistic. Barthes tertarik untuk membingkar makna dari
pesan-pesan yang disampaikan lewat gambar maupun teks dalam media dan fenomenal
social lainnya. Makna ini dibongkar dengan cara menganalisa tanda-tanda yang
mempresentasikan makna, dengan menggunakan semiotik sebagai kerangka analisa. Barthes
menganggap bahwa tanda masih bisa menginterpretasikan realitas, sedangkan pada
signifikasi tingkat kedua (konotasi), tanda bisa menginterpretasikan sesuatu
yang hanya bisa dipahami lewat situasi kultural atau sosial yang sama.
Orang
percaya dengan simbol-simbol yang ada, sehingga pada saat ini banyak dari kita
lebih percaya kepada hal-hal yang bersifat emosional ketimbang dari rasional.
·
Fokus pemikiran Hall dalam studi media massa
mencakup hubungan antara produk budaya yang secara ideologis dikodekan dengan
strategi khalayak untuk mendekode (decoding) pesan-pesan tersebut. Pemikiran
hal menjadi semacam kritik bagi posisi khalayak yang lemah dalam berbagai studi
mengenai dampak media.
·
Sebagai sebuah myth, signs atau tanda
dalam iklan dianggap merepresentasikan pesan ideologis dari si pembuat iklan
(dalam konteks ini, adalah kelas borjuis).
·
Hall membagi dua fungsi, encoder-decoder /
encoding-decoding. Media/pengiklan adalah encoder yang melakukan pengkodean
pesan-pesan, sesuai dengan norma-norma professional (atau estetik dalam kontek
pengiklan) dan ideology yang hendak disampaikannya. Ketika pesan-pesan tersebut
dikodekan secara simbolis, khalayak memiliki kebebasan untuk decoding dari
pesan tersebut.
·
Bagi Bourdieu, seluruh tindakan pedagogis
baik itu yang diselenggarakan di rumahm, sekolah, media atau dimanapun memiliki
muatan kekerasan simbolik selama pelaku memiliki kuasa dalam menentukan sistem
nilai atas pelaku lainnya. Sebuah kekuasaan yang berakar pada relasi kuasa
antara kelas-kelas dan atau kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat.
Diasumsikan
bahwa media dan iklan merupakan sarana yang digunakan untuk melakukan tindakan
pedagogis dari kelas atau kelompok sosial tertentu. Iklan menjadi sebuah mesin
kekerasan simbolik yang bisa menciptakan sistem kategorisasi, klasifikasi, dan
definisi sosial tertentu sesuai dengan kepentingan kelas atau kelompok dominan.
Gambar-gambar simbolik yang diproduksi iklan seperti misalnya kebahagiaan,
keharmonisan, kecantikan, kejantanan, sampai gaya hidup modern pada dasarnya
merupakan sistem nilai yang dimiliki kelas atau keompok dominan yang diedukasi
dan ditanam pada suatu kelompok masyarakat.
Kekerasan simbolik terjadi yaitu pada saat anda tanpa sadar meregulasi
diri anda sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar